Kamis, 04 September 2008

puasa mengasah mental kita

Setiap habis ramadhan, hamba rindu lagi Ramadhan
Saat-saat padat beribadah, tak terhingga nilai mahalnya
Setiap habis Ramadhan, hamba cemas kalau tak sampai
Umur hamba di tahun depan, berilah hamba kesempatan

Lagu di atas tentu sudah tak asing, sebuah karya yang dilantunkan sejak tiga puluh tahunan yang lalu oleh Sam, Acil, Jaka dan Iin Parlina yang tenar sebagai grup Bimbo dari Bandung. Konon lagu tersebut diciptakan bersama penyair Taufiq Ismail. Sebuah syair lagu yang berpesan kepada kita tentang sebuah kesempatan, sebuah kesempatan yang harus kita renungkan sebelum datangnya akhir Ramadhan. Puasa sebagai kata yang umum terhadap shaum dalam Al-Quran menjadi sebuah syariat utama keislaman, sebulan lamanya perintah wajib tersebut harus dijalankan dalam setiap tahun kalender Hijriyah.

Hikmah puasa telah banyak diteliti para ulama dan ilmuwan, dari para ahli syariat dan keagamaan Islam hingga ke para ahli psikologi dan kedokteran. Saya tidak akan banyak berbicara mengenai hikmah puasa secara rinci atau wacana puasa sehat, juga tidak mengenai tip dan trik caranya berpuasa. Sudah banyak tulisan tentang hal-hal tersebut, sudah banyak program TV membahas secara gencar syariat tahunan Islam ini, bahkan kini puasa juga semakin menjadi komoditas para selebriti menenarkan dirinya membagi cerita hikmah puasa dengan menampilkan bagaimana mereka berbuka atau bagaimana mereka bersahur. Saya tak menghujat mereka sebab kehidupan setiap muslim jelaslah berbeda. Sebab berpuasa adalah ritual hablumminallah, sebuah prosesi pribadi antara dirinya sendiri dengan tuhannya, Allah SWT. Sebagai muslim kita hanya berharap maraknya acara bertema Ramadhan –maupun tema Islam lainnya– adalah sebuah implementasi syiar Islam yang simpatik. Jelas sangat disayangkan ketika acara-acara bertema Islam tidak memberi simpati kepada para muslim sendiri.

Seorang anak kecil berumur di atas enam atau tahun belajar berpuasa, secara fisik mungkin ia tak akan kuat, namun si anak tanpa menyadarinya ia diberikan sebuah latihan. Berlatih mengukur kekuatan diri, meski ia tak mampu menghitungnya namun ia melatih mentalnya untuk menyatakan ketakmampuannya, bukan untuk melatih mencari-cari alasan agar ia senang tidak berpuasa saat muslim lain berpuasa.

Seorang muslim dewasa yang secara fisik normal akan mengukur bahwa syariat fisik puasa adalah hal biasa, bukan sesuatu batasan di luar kemampuannya. Namun godaan terhadap ibadah puasa bagi orang dewasa jelas lebih banyak, tak hanya menahan lapar, dahaga dan kama. Muslim dewasa berlatih mengasah mentalnya dalam menghadapi godaan yang mengurangi nilai puasanya, terutama yang terkait dengan orang lain. Kita kerap tersinggung oleh hal kecil. Kadar ketersinggungan –apalagi didominasi perasaan– itu pun sudah menunjukkan kelemahan mental manusia, apalagi saat kita meresponnya dengan menyinggung balik. Dua kelemahan yang mudah terjadi pada diri kita. Saat amarah datang, kelemahan mental manusia semakin menjadi. Shaum Ramadhan melatih muslim untuk menghindari hal-hal seperti itu. Puasa kita akan kurang bernilai saat kita hanya berpikir menahan lapar, dahaga dan kama tanpa disertai menahan ego, sumpah serapah, dengki, dusta dan sebagainya.

“Kamu seorang muslim, kamu sehat tapi kamu tak berpuasa di bulan Ramadhan. Kamu hanya seorang manusia cengeng!” Mungkin kalimat sederhana ini juga bisa berarti sebuah kedengkian kita kepada orang lain. Sebuah keangkuhan yang tak disadari bisa menyinggung perasaan orang tersebut. Sebuah keangkuhan menilai diri berlebih, merasa lebih baik dari orang tersebut yang mungkin akhirnya orang tersebut merespon balik menilai diri kita buruk, apalagi jika kita ikut tersinggung menghadapi respon tersebut. Mungkin juga anda yang membaca contoh kalimat saya di atas sudah tersinggung terlebih dahulu. Mental kita kerap diuji oleh hal-hal kecil seperti ini. Di bulan Ramadhan ini kita akan merasakan dan belajar bagaimana menghadapi ujian mental.
Mental menahan diri dari hal-hal buruk yang kecil, sebuah hikmah yang bisa diambil dalam menjalankan ibadah shaum.

Selamat menjalankan ibadah shaum Ramadhan. Semoga anda mampu menahan diri jika anda tersinggung terhadap tulisan saya, pun saya mawas diri dengan apa yang telah saya tuliskan. Semoga kinerja tak terganggu saat berpuasa.